Program Upskilling dan Reskilling Ingin Ciptakan Guru Berstandar Industri, Bisakah Diwujudkan?
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemdikbud Ristek) terus melakukan berbagai langkah strategis untuk meningkatkan kompetensi para guru Indonesia. Khusus untuk Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), pada tahun 2020, Kemdikbud melalui Direktorat Kemitraan dan Penyelarasan Dunia Usaha Dunia Industri (Mitras DUDI) mencanangkan program Upskilling dan Reskilling dengan tujuan meningkatkan kompetensi guru kejuruan SMK sesuai standar DUDI. Sumberdaya dan anggaran yang tidak sedikit pun dikucurkan untuk menyukseskan program ini. Namun yang menjadi pertanyaan kemudian, apakah tujuan program ini akan bisa diwujudkan?
Program Upskilling dan Reskilling dipandang sangat penting, salah satunya karena melihat Indeks Daya Saing (IDS) Global beberapa negara pada tahun 2017-2018 yang dikeluarkan The Global Competitiveness Report (Tahun 2017-2018). Ini menyatakan bahwa IDS Indonesia pada tahun 2017 sebesar 4,7 yang menempatkan Indonesia pada urutan ke-36 dari 137 negara dan peringkat ke-4 dari 9 negara ASEAN. IDS Indonesia masih berada di bawah Singapura, Malaysia, dan Thailand.
Realitas demikian menjadi teguran bagi Indonesia agar terus berbenah diri. Upaya untuk mengungkit nilai IDS, Kementerian Tenaga Kerja (Kemnaker) RI mengambil peran menyelenggarakan program Upskilling dan Reskilling sejak tahun 2018. Pada periode tersebut, Kemnaker menargetkan program sampai tahun 2024, dengan proyeksi technopreneurship training 7.500 orang, pelatihan okupasi UPTP (unit pelaksana teknis pusat) dan UPTD (unit pelaksana teknis daerah) 92.500 orang, pemagangan tingkat dasar 300.000 orang, pemagangan tingkat lanjut 100.000 orang, dan individual training account 500.000 orang.
Sedikit berbeda dengan Kemnaker, program Upskilling dan Reskilling di Direktorat Mitras DUDI menyasar guru kejuruan SMK pada 4 (empat) bidang prioritas pengembangan SMK, yang selaras dengan roh pusat keunggulan (Center of Excellent) yaitu manufaktur dan konstruksi (meliputi teknik pemesinan, teknik pengelasan, teknik industri, teknik mekatronika, teknik kendaraan ringan otomotif, teknik alat berat, desain pemodelan dan informasi bangunan, dan teknik geomatika), ekonomi kreatif (rekayasa perangkat lunak, animasi, desain komunikasi visual, multimedia, dan tata busana), pelayanan keramahan (perhotelan, tata boga, agribisnis pengolahan pertanian, tata kecantikan kulit dan rambut, bisnis daring dan pemasaran, retail, dan tata kelola perkantoran), serta pelayanan sosial (perawatan balita, asisten rumah tangga, dan perawat lansia).
Untuk menguatkan pelaksanaan program Upskilling dan Reskilling maka diwadahi dengan Peraturan Direktur Jenderal (Perdirjen) Pendidikan Vokasi Nomor 16 Tahun 2020 tentang Pedoman Pelaksanaan Kegiatan Upskilling dan Reskilling Guru Kejuruan pada SMK Berstandar Industri. Dalam Perdirjen ini mendefinisikan Upskilling sebagai pelatihan berbasis industri bagi tenaga pendidik yang berorientasi pada peningkatan level kompetensi teknis/kejuruan/kerja yang telah dimiliki sebelumnya. Reskilling adalah pelatihan berbasis industri bagi tenaga pendidik yang berorientasi pada penguasaan kompetensi teknis/kejuruan/kerja yang belum dikuasai sebelumnya.
Program peningkatan kompetensi guru yang berstandar industri sudah tertuang jelas dalam Rencara Strategis Ditjen Pendidikan Vokasi yang menargetkan kegiatan berlangsung sampai tahun 2024, dengan total sasaran 10.800 orang. Guru yang dapat mengikuti pelatihan ini disyaratkan berusia maksimal 50 tahun, memiliki Nomor Unik Pendidik dan Tenaga Kependidikan (NUPTK)/terdaftar di data pokok pendidikan SMK, mengajar mata pelajaran kejuruan (produktif), pendidikan minimal S1, dan bersedia mengaplikasikan hasil pelatihan di SMK tempat bertugas sesuai perjanjian kerja di SMK.
Guna menyukseskan program ini, Direktorat Mitras DUDI melibatkan berbagai unsur diantaranya Forum Pengarah Vokasi, Dinas Pendidikan Provinsi, SMK, dan Lembaga Penyelenggara Program. Termasuk 6 Balai Besar Pengembangan Penjaminan Mutu Pendidikan Vokasi (BBPPMPV) yang terdiri atas Bidang Mesin dan Teknologi Industri (BMTI) Bandung, Bidang Pertanian Cianjur, Bidang Bisnis dan Pariwisata (Bispar), Bidang Otomotif dan Elektronika (BOE) Malang, Bidang Bangunan dan Listrik (BBL) Medan, Bidang Seni dan Budaya (Senbud) Yogyakarta, serta 1 Balai Bidang Kelautan Perikanan Teknologi Informasi dan Komunikasi (BPPMPV KPTK) Gowa.
Berdasarkan data dari Mitras DUDI tahun 2020, jumlah guru yang dilatih berstandar industri sebanyak 1.646 orang. BPPMPV KPTK sebagai salah satu lembaga yang dipercaya untuk melaksanakan pelatihan ini, pada tahun 2020 berhasil melatih guru berstandar industri sebanyak 563 orang. Beberapa model pelatihan yang dilaksanakan antara lain Oracle (Java Foundamental, Java Foundation, dan Database Foundation), Mikrotik dan Fiber Optik, Internet of Thing (IoT), IT Essensial, dan Adobe.
Pada tahun 2021, Direktorat Mitras DUDI melalui Balai Pendidikan Vokasi kembali melatih guru berstandar industri. Skema pelatihan yang dirancang, selain mendapat pembelajaran di kelas, para guru juga dimagangkan di mitra DUDI sesuai dengan bidang kompetensi masing-masing. Kali ini, 6 BBPPMPV dan 1 BPPMPV juga turut mengambil peran. BPPMPV KPTK misalnya, ikut berpartisipasi melaksanakan pelatihan diantaranya TOT 609, TOE 3.12, Pelatihan Pengolahan Rumput Laut, Mikrotik dan fiber optik, IT essentials, CCNA (introduction to networks), Pengembangan Teaching Industri Telematika, Digital Content Creation, Pengembangan Game Menggunakan Unity, Artificial Intellegence, dan Data Base Foundation.
Untuk mengukur keberhasilan program ini, tentu tidak bisa hanya melihat sekilas berakhirnya tahun penganggaran kegiatan ataupun setelah pelatihan guru dilaksanakan. Tetapi yang terpenting adalah guru yang sudah dilatih memiliki kemampuan dan keterampilan yang sesuai dengan standar industri di bidang masing-masing. Kemudian kompetensi yang diperoleh dapat meningkatkan kinerjanya dan ditularkan kepada stakeholder lain, khususnya dimulai di sekolah tempat mereka mendidik. Kinerja guru tersebut dapat dievaluasi dengan beberapa indikator yang pastinya berbasis industri antara lain memiliki kemampuan dalam perencanaan dan persiapan pembelajaran di sekolah yang berbasis industri, penguasaan materi yang akan diajarkan dan membantu kesulitan belajar siswa, penguasaan metode dan strategi belajar termasuk kemampuan mengelola kelas, kemampuan menilai dan evaluasi pembelajaran, serta sikap yang baik terhadap kepala sekolah, guru lain, siswa dan anggota sekolah lainnya. Olehnya itu, dirasa sangat perlu untuk melakukan penelitian lapangan guna mengevaluasi efektivitas program Upskilling dan Reskilling secara berkala (*).
Catatan: Al Azhar (Widyaiswara BPPMPV KPTK)