Penerapan Teaching Factory Kompetensi Keahlian Animasi 3 Dimensi di SMK Raden Umar Said (RUS) Kudus,

Oleh: Muhammad Hasri
Widyaiswara LPPPTK KPTK, Kemdikbud

Pendahuluan

Mengelola SMK tidaklah dapat disamakan dengan pengelolaan SMA. Dua satuan Pendidikan ini memiliki perbedaan yang mencolok. SMK ditujukan kepada penyiapan tenaga kerja yang langsung bisa dipakai oleh dunia industri, sedangkan SMA ditujukan untuk penyiapan lanjut ke jenjang pendidikan berikutnya, yakni perguruan tinggi.

Sejumlah guru SMA mengajar di SMK, utamanya kelompok mata pelajaran normatif dan adaptif. Akibatnya, pengembangan materi yang biasa dilakukan di SMA kembali mereka ulangi sewaktu mengajar di SMK. Ditambah lagi formulasi KD mata pelajaran normatif di SMA masih sama persis dengan formulasi KD yang ada di SMK. Di sinilah salah satu akar permasalahan hadirnya SMK yang bernuansa SMA.

SMK RUS Kudus hadir sebagai sebuah sekolah yang berusaha menyatukan antara dunia industri dengan dunia persekolahan. Sekolah ini berusaha memberikan pelayanan dengan sepenuhnya bernuansa SMK, ditandai dengan seluruh alumunusnya terserap ke dunia kerja. Kalau pun ada yang belum bekerja dipastikan mereka lanjut ke jenjang pendidikan berikutnya, yakni akademi, politeknik, sekolah tinggi, atau universitas.

Sekolah ini menerjemahkan kurikulum 2013 ke dalam terjemahan yang cukup meluas. Mereka menyebutnya kurikulum out of the box. Kreasi kurikulum dikembangkan sedemikian rupa dengan administrasi yang sederhana. RPP dikembangkan berdasarkan pengalaman mengajar di ruang belajar, bukan berdasarkan kondisi ideal yang seharusnya terjadi. KD yang ada dalam permendikbud umumnya bukan diajarkan dengan tatap muka, melainkan sebagian besar diajarkan dengan tugas mandiri di bawah mentor yang digandeng dari dunia industri. KD yang  tidak lagi terpakai di dunia industri ditinggalkan. Para peserta didik fokus mempelajari kompetensi yang akan digunakan ketika mereka bekerja di dunia industri.

Di SMK RUS  durasi waktu belajar tidak dibatasi, bisa 24 jam. Struktur kurikulum yang memuat beban waktu belajar peserta didik disusun hanyalah formalitas belaka. Struktur itu tidak menjadi patokan dalam realisasi pembelajaran, sebab peserta didik bisa sampai larut malam berada di sekolah. Mereka belum bisa pulang bilamana target pekerjaan yang diberikan kepada mereka belum dituntaskan. Di sini capaian target belajar menentukan durasi waktu belajar, bukan waktu belajar yang dicocok-cocokkan dengan target belajar. Dampak dari hal ini adalah motivasi belajar peserta didik tumbuh demikian kuat.

Pengelolaan sekolah dan pembelajaran yang dipraktikkan untuk membungkus proses dan mekanisme di atas dikemas dengan nama teaching factory. Dalam panduan teknis teaching factory yang dikeluarkan oleh direktur P-SMK tahun 2017 disebutkan bahwa teaching factory merupakan model pembelajaran berbasis produk (barang/jasa) melalui sinergi sekolah dengan industri untuk menghasilkan lulusan yang kompeten sesuai dengan kebutuhan industri. Di SMK RUS Kudus teaching factory menjadi jiwa dari seluruh pembelajaran yang didukung oleh sistem pengelolaan sekolah di bawah kendali kepala sekolah dan pengurus yayasan.

Gambaran singkat peristiwa belajar melalui teaching factory di atas di SMK RUS menarik untuk dibentangkan lebih lanjut. Alumnusnya yang tak kenal pengangguran menjadi makin menarik untuk bisa direduplikasi sistemnya ke sekolah lain agar kiranya SMK benar-benar sebagai sebuah sekolah yang menyuplai tenaga kerja profesional, bukan penyuplai pengangguran.

Kiranya bentangan ini dapat membantu para pengelola SMK untuk untuk benar-benar menjadi SMK bukan dikelola seperti SMA. Harapan kita, seluruh alumnus SMK benar-benar siap ke dunia kerja karena yang dikuasainya adalah kompetensi praktis tentang kompetensi keahliannya masing-masing, bukan lulus dengan hanya cerita tentang kompetensi keahliannya.

 

Penerapan Teaching Factory di SMK RUS Kudus

Model pembelajaran teaching factory mempunyai 3 (tiga) komponen, yaitu: (i) produk sebagai media pengantar kompetensi, (ii) Job sheet yang memuat urutan kerja dan penilaian sesuai dengan prosedur kerja standar industri serta (iii) pengaturan jadwal belajar yang memungkinkan terjadinya pengantaran softskill dan hardskill ke peserta didik dengan optimal. Setiap kompetensi keahlian yang ada di SMK dapat menerapkan teaching factory melalui 3 komponen tersebut sesuai dengan karakteristik dan kompleksitas masing-masing.

SMK RUS telah menerapkan Teaching Factory dengan modifikasi yang lebih luas. Produk yang dihasilkan tidak berhenti pada output produk tetapi lebih dari itu, yakni produk tersebut terjual ke industri dan hasilnya benar-benar digunakan oleh industri.

Teaching factory yang dilakukan di SMK RUS adalah pemberian teori diminimalkan. Peserta didik menemukan pemahaman konseptual setelah mereka melalui proses praktik di studio. Sehari-hari peserta berada dalam studio. Tak ada kelas khusus tempat belajar teori, yang ada adalah studio yang didisain sebagai kelas belajar praktik. Pemahaman teori dilakukan melalui praktik.  Hampir tak ada bentangan tentang pengertian dan prinsip, yang ada adalah peserta didik mengerjakan tugas lalu mereka menyimpulkan sendiri konseptual sesuai dengan proses praktik pembelajaran yang dilaluinya.

Berikut ini diuraikan sistem pembelajaran dengan penerapan teaching factory di SMK RUS Kudus.

  1. Fokus Pembelajaran

    Kelas X, IX, dan XII masing-masing memiliki fokus pembelajaran yang berbeda-beda. Kelas X difokuskan ke penguasaan praktis software animasi, kelas IX diarahkan ke dunia kerja/industri, dan Kelas XII difokuskan ke penyelesaian tugas akhir dan penyiapan ujian nasional.
    Disini,  kompetensi keahlian animasi kelas X difokuskan kepada penguasaan konseptual dasar dan keterampilan teknis tentang animasi tiga dimensi. Para peserta didik dicemplungkan ke studio untuk mengerjakan sejumlah tugas. Mereka langsung berhadapan dengan sofware animasi di ruang studio. Pada tingkat ini peserta didik wajib memiliki keterampilan menggunakan sofware tiga dimensi, pilihan sofware jatuh pada Autodesk Maya.

    Bermodalkan penguasaan software Autodesk Maya  di Kelas X, peserta didik Kelas XI di SMK RUS diarahkan pada koneksi ke dunia kerja. Seluruh kompetensi yang diajarkan difokuskan kepada kompetensi yang akan digunakan di dunia usaha. Di sini mulai di-link-kan antara siswa dan dunia usaha.

    Mengingat demikian variatifnya divisi yang ada di dunia industri, maka peserta didik diarahkan kepada penguasaan minimal satu divisi sesuai dengan yang ada di perusahaan tempat peserta didik tersebut dikoneksikan. Di sini peserta didik mulai fokus menghasilkan output tugas yang berkenaan dengan produk industri tertentu.

    Cara yang digunakan di SMK RUS untuk meyakinkan para pengguna nantinya terhadap alumnusnya adalah dengan memberi perhatian yang serius tentang portofolio. Para peserta didik diarahkan untuk mengumpulkan sebanyak-banyaknya portofolio yang memiliki kualitas yang memuaskan dengan unsur penilai utama adalah industri.

    Guru, mentor, dan tutor sebaya hanya bertugas membimbing peserta didik. Evaluasi apakah peserta didik telah kompeten ataukah tidaknya terhadap suatu kompetensi ditentukan oleh hasil penilaian industri. Dalam hal ini industri menjadi raja penentuan kompeten atau tidaknya peserta didik. Hasil penilaian atas karya yang dihasilkan peserta didik dikumpulkan ke dalam sebuah bundel portofolio dan bundel inilah nantinya yang akan dinilai ulang oleh industri untuk mengambil keputusan apakah alumnus tersebut dapat diterima bekerja di perusahaannya.  Di sini komptensi benar-benar menjadi pijakan utama, bukan ijazah atau sertifikat.

    Kelas XII perhatian difokuskan ke dua hal utama, yakni penyelesaian tugas akhir dan penyiapan ujian nasional. Semester ke-5 pada kelas XII difokuskan kepada penyelesaian tugas akhir dalam bentuk film animasi. Seluruh siswa wajib mengembangkan sebuah produk berupa film animasi. Dalam film ini bentuk, tekstur, warna, gerak, dan sound dikemas menjadi satu. Kompetensi inilah yang menjadi puncak dari program studi Animasi Tiga Dimensi.

    Dalam penyelesaian tugas akhir, peserta didik dibekali pengalaman membangun tim dengan industri. Mereka bekerja dengan industri. Di sini peserta didik diarahkan untuk belajar membangun kerjasama yang baik. Proyek tugas akhir sudah harus dapat dijual ke industri. Dengan tugas akhir ini peserta didik mulai secara mandiri mereka mendapatkan hasil berupa uang dari hasil karyanya secara mandiri.

    Semester ke-6 difokuskan pada persiapan menghadapi ujian nasional. Dalam kegiatan ini pihak sekolah menggandeng salah satu bimbingan belajar, yakni Gama College. Fokus materi kepada cara praktis penyelesaian soal. Pada semester ini seluruh siswa berkonsentrasi menyiapkan diri untuk mengikuti ujian nasional. Materi yang diajarkan meliputi materi sejak kelas X hingga kelas XII.

  2. Disain Kurikulum

    Dalam sejumlah regulasi tentang pengembangan kurikulum di SMK disebutkan bahwa SMK diminta untuk mengembangkan kurikulum sendiri dengan memperhatikan minimal empat sumber, yakni dokumen standar internasional (seperti IMO dalam bidang pelayaran), SKKNI yang dikembangkan Kemnakertrans, KI-KD yang dikembangkan direktorat, dan standar khusus yang dikembangkan oleh industri setempat. Sumber ini dikemas menjadi satu menghasilkan standar yang akan diajarkan di SMK.
    Khusus kompetensi  keahlian Animasi yang ada di SMK RUS Kudus, perincian kompetensi justru ditawarkan oleh industri. Di sekolah ini industrilah yang mengembangkan kompetensi dalam bentuk perincian daftar kompetensi. Mereka mengembangkan kompetensi itu  sesuai dengan  kebutuhan real dalam menjalankan industrinya. Sekolah mengikuti perincian kompetensi yang ditawarkan oleh indutstri. Portofolio peserta didik pun dikembangkan sesuai dengan daftar kompetensi tersebut.

    Kurikulum dari industri dikemas lebih lanjut oleh pihak sekolah dengan mengintegrasikannya dengan nuansa normatif dan adaptif yang menjadi muatan nasional bagi sekolah. Pihak SMK RUS  manarik kebijakan dengan standar isi yang dimuatkan dalam kurikulumnya adalah 70% dari industri dan 30% dari muatan nasional. SMK ini mengedepankan penguasaan keterampilan praktis yang dibutuhkan industri

  3. Tim Teaching

    Ada dua pihak yang membimbing peserta didik, yakni guru mata pelajaran dan mentor. Guru mata pelajaran terdiri atas guru normatif adaptif dan guru produktif. Mentor terdiri atas mentor dari industri dan mentor dari kakak kelas. Mereka mengambil peran masing-masing untuk menyiapkan peserta didik sebagai tenaga yang siap pakai.
    Guru mata pelajaran yang terdiri atas guru produktif dan guru normatif adaptif bersinergi melakukan pembelajaran. Mereka melakukan pembelajaran di kelas dengan sistem tim teaching. Mereka melakukan pembelajaran di studio sebagai kelas. Tekanan utama pembelajaran adalah pada materi produktif, guru normatif adaptif menyesuaikan diri dengan materi produktif. Caranya, guru normatif adaptif mencermati materi produktif yang akan diajarkan kemudian guru normatif adaptif mendisain materi yang ada kaitannya dengan materi produktif tersebut.

    SMK RUS berpendirian bahwa materi normatif adaptif tidak bisa dilepaskan dari materi produktif. Dua kelompok materi ini adalah satu kesatuan, pengajarannya pun diintegrasikan. Materi normatif adaptif yang tidak dapat diintegrasikan ke dalam materi produktif ditinggalkan dan sebagian akan menjadi bahan pembimbingan pada kelas XII Semester ke-6, utamanya yang berkaitan dengan materi ujian nasional.

    Mentor yang terdiri atas mentor dari industri dan mentor tutor sebaya berperan aktif ketika peserta didik menyelesaikan tugas proyek yang dibebankan kepadanya, baik tugas proyek pesanan dari industri maupun tugas yang murni diturunkan dari pencapaian kompetensi. Mentor turut bertanggung jawab dalam menjaga kualitas yang dihasilkan oleh para menteenya. Seluruh hasil karya peserta didik diperiksa oleh supervisor sebagai penjamin mutu kualitas hasil karya peserta didik.

  4. Sistem Penilaian

    Di SMK RUS ada dua kelompok penilaian yang dilakukan, yakni penilaian yang dilakukan melalui ulangan dan penilaian atas produk yang dihasilkan. Semua kegiatan ulangan dilakukan via online dan penilaian akhir hasil karya dilakukan oleh eksternal, yakni industri. Penilaian sikap dilakukan melalui pengamatan selama peserta masih menjadi peserta didik, baik dilakukan di kelas dan lingkungan sekolah maupun di lingkungan industri.
    Untuk penugasan yang berupa pesanan industri, penilaian akhir dilakukan oleh pihak pemesan. Seluruh karya yang dihasilkan oleh peserta didik dikemas ke dalam sebuah dokumen yang disebut portofolio. Keberhasilan pembelajaran yang diraih oleh peserta didik ditentukan kualitas dan kuantitas portofolio yang telah dikumpulkan. Portofolio inilah yang nantinya menjadi modal mereka untuk diterima atau tidaknya di dunia industri ketika mereka mencari pekerjaan.

  5. Kemitraan Dengan Industri
    Ada tiga kelompok besar kemitraan yang dibangun oleh SMK RUS Kudus, yakni kemitraan pembiayaan, kemitraan  pengembangan kompetensi peserta didik, dan kemitraan penyaluran tenaga kerja. Masing-masing diuraikan di bawah ini.
    1. Kemitraan Pembiayaan

      Sponsor utama pembiayaan di sekolah ini adalah Djarum Foundation, studio beserta gedungnya dibangun oleh Djarum Foundation. Puluhan milyar dana telah dikeluarkan oleh sponsor ini buat SMK RUS. Cat merah bagian atasnya adalah ciri dari gedung beserta isinya yang dibangun oleh Djarum Foundation. Ratusan komputer dengan kualitas terbaik diberikan oleh sponsor ini berikut mobiler mewah tempat komputer tersebut diletakkan.
      Sumber pembiayaan lainnya adalah biaya SPP dari komite sekolah dalam hal ini adalah orang tua siswa. Biaya tersebut berupa biaya masuk dan  biaya bulanan.

    2. Kemitraan Pengembangan Kompetensi Peserta Didik

      Industri terlibat dalam pengembangan kompetensi peserta didik. Dua peran yang dilakukan, yakni industri turut serta melakukan penilaian atas karya yang dihasilkan peserta didik. Kedua, industri memberdayakan sekolah sebagai mitra dalam menghasilkan produk yang sesuai dengan kebutuhan industrinya. Bahkan, industri dapat memesan produk tertentu ke sekolah kemudian mereka membeli hasil produk tersebut untuk selanjutnya dijual ke konsumen.
      Dalam perihal kedua di atas, industri memberikan biaya ke sekolah atas karya yang dihasilkan oleh peserta didik dengan kata lain industri membeli hasil karya peserta didik. Selama ini jumlah karya peserta didik yang dibeli oleh industri cukup banyak, sampai bernilai 300-an juta per tahun. Dana ini sebagian besar masuk ke sekolah sebagai biaya operasional dan sebagian lagi ke peserta didik pembuat yang dikonversi menjadi biaya pengganti SPP Bulanan mereka.

    3. Kemitraan Penyaluran Tenaga Kerja
      Di SMK RUS Kudus, sekolah dan industri telah bekerjasama dengan baik dalam pemanfaatan alumnus. Sejak di kelas XI sekolah telah membuka jalan untuk mengoneksikan peserta didik dengan industri. Bahkan, sebelum peserta didik menjadi alumnus, tugas-tugas yang mereka selesaikan sudah merupakan pekerjaan yang diambil dari industri tempat mereka nantinya bekerja. Jadi, sebagian siswa telah memperoleh pendapatan dari calon industri yang akan ditempatinya bekerja. Di sini peserta didik telah dilamar oleh industri sebelum mereka dinyatakan tamat. Keyakinan industri merekrut mereka adalah hasil portofolio peserta didik melibatkan industri calon tempat mereka nantinya bekerja.

 

Pengakhiran

SMK RUS Kudus telah memberikan sebuah model pengelolaan SMK yang benar-benar bisa me-link-kan antara sekolah dan industri. Cara ini patut dicontohi, mekanisme yang dijalankan perlu disebarluaskan ke Nusantara agar SMK yang ada dapat menciptakan tenaga kerja  produktif bukan sebagai pengangguran.
Teaching Factory telah dikemas dengan baik di sekolah ini. Sinergi SDM dalam mendukung pelaksanaannya benar-benar terjalin dengan baik. Pelibatan industri sebagai pengembang kurikulum disertai ikutnya mereka bertanggung jawab dalam pengembangan kompetensi peserta didik menjadi kata kunci kesuksesan pelaksanaannya.

Kelengkapan fasilitas dengan dukungan sponsor turut menjadi penentu kesuksesan belajar di SMK ini. Sinergi yang baik antara pengawas, kepala sekolah, guru, dan mentor telah ditunjukkan dengan baik di sekolah ini. Sekolah ini perlu diberi kesempatan buat menyebarluaskan best practice-nya, agar sistem yang diterapkan dapat tersebar luas ke sekolah lain.